Sunday, August 2, 2009

Belajar di Angkringan


Masih seputar petualangan dua saudara kembar Noto dan Tono, pada suatu ketika Tono sedang ada didepan layar komputer, Tono sedang bersiap menyetel film kesayangannya yg baru saja didownload yang dibintangi Miyabi dengan pintu terkunci dan kamar gelap, "ah mumpung di rumah sepi, kesempatan emas" begitu batin Tono, tahu2 dari belakang ada yg menepuk bahunya sambil setengah membentak "sedang apa kamu!" begitu menoleh kebelakang Tono melihat saudara kembarnya sudah berdiri dibelakang. "eh ada Noto, tumben kamu kesini, kamu lewat mana dan mau apa kesini?, kamarku kan dikunci" kata Tono sambil setengah gelagepan karena hampir ketahuan aksi nakalnya, dengan tenang Noto berkata kepada Tono "kamu kalau mau berbuat mesum harus ingat bahwa Allah maha melihat" Tono dengan sedikit ngeles mencoba menjawab "lha kan cuman nyetel komputer thok gak boleh, sirik amat sih loe", "sudahlah aku tahu apa yg akan kamu lakukan, sekarang kamu mandi bersihkan badanmu supaya hatimu ikut bersih juga" begitu Noto menyuruh saudaranya dengan lembut. tapi bukan Tono kalau tidak ngeyel "males ah, lagi gak enak badan", mendengar jawaban Tono yg ogah2an, Noto mencoba memberi penawaran baru "Ntar kamu saya traktir makan nasi kucing pak Pono sepuasnya, pokoknya kamu mandi dulu, kalau gak mau ya udah" mendengar ajakan Noto, Tono sedikit bersemangat emang dasar perutnya lapar dan gak punya uang, beranjaklah tono dari tempat tidurnya sambil sedikit mengancam "awas loe kalo bohong, pokoknya aku ambil ceker dan kepala sepuasnya loh", "sudahlah yg penting sekarang mandi aku tungguin disini" jawab Noto meyakinkan.


Setelah mandi dan memakai baju Tono bergegas menemui Noto utk menagih janji "kemon brader kita makan2" Noto pun tersenyum kecil sambil menggandeng tangan Tono, Tono pun segera melepaskan tangannya dari gandengan Noto sambil berujar "ih...emangnya gue cowok apaan, sodara sendiri loe embat juga". Noto pun ketawa kecil melihat tingkah saudara kembarnya yg agak nyleneh, lucu dan kadang ngeselin, tapi Noto maklum walaupun begitu dia adalah saudaranya sendiri sekaligus sahabatnya. ketika sampai di warung angkring pak Pono didepan rumah, Noto langsung mengucap salam "kulanuwuun pak Pono", pak Pono yg setengah mau tidur langsung beranjak dari lincak bambu tempat biasanya dia ketiduran sampai pagi "eeehhh..ada mas Noto, silaken mas mumpung sepi nih, masnya kesini sama siapa ya?" ujar pak Pono sambil mengucek matanya untuk menghilangkan kantuk, belum sempat Noto menjawab, pak Pono segere nyeletuk lagi ketika melihat Tono yg gendut sedang berdiri sambil mengelus perutnya yg kelaparan . "eh...jin botol...eh salah yah...masss Tono...woooo tambah gendut aja nih...hihihi", "baru kemaren ketemu belagak sok gak ketemu seabad. pak Pono gimana sih?" gerutu Tono sambil mengambil sebungkus nasi kucing dan langsung di sikat habis dalam hitungan detik. "teh jahe anget dua gak pake lama" pinta Tono belagak bos "aku air putih aja pak, itu dua gelas teh jahe buat suadara saya aja" kata Noto yg begitu hafal dengan tingkah Tono yg doyan makan, tapi walaupun begitu Tono sebenarnya baik hati dan bisa menjadi teman disaat suka dan duka walaupun penampilannya yg seadanya. "Nah Tono, kamu tahu tidak mengapa kamu saya suruh datang ke sini dan mandi terlebih dahulu?" tanya Noto, Tono hanya diam karena mulutnya penuh berisi makanan, "gini nih, kamu kalau mau belajar ilmu hakekat maka hati dan pikiran kamu harus bersih dahulu supaya tidak salah sangka dan mudah diterima, kemarin kan kamu bilang ke aku mau belajar tentang nama2 benda" kata Noto, sambil agak cuek Tono menjawab "nggih pak guru", "nah dimulai dari ketela ini yg berwarna ungu kamu tahu gak maksudnya apa?" tanya Noto sambil menawarkan sepotong ketela goreng ke Tono, tanpa basa basi langsung aja disikat sama Tono sambil jawab "meneketehe, kan kamu pak guru, sedangkan aku kan cuma bisa menjadi pendengar yg setia". Noto pun menghela nafas dalam dalam melihat Tono yg berlagak cuek lebih mementingkan makannya daripada pertanyaan yg diajukannya, lalu Noto mulai memberi penjelasan "gini loh, ketela kan warnanya ungu atau wungu dalam bahasa jawa itu artinya bangun, sedangkan bangun itu wungu atau berwarna wungu....memang seperti dibolak balik tapi orang yg kesadaran rohaninya mulai bangun atau wungu maka auranya akan berwarna ungu atau wungu dalam bahasa jawa, nah dari sini kita bisa memahami hakekat dari nama warna yaitu wungu dengan bangun dari tidur dengan warna ungu atau wungu ...tentu saja ada hubungan antara wungu yg bangun dan wungu yg warna...entah duluan mana penamaan itu seperti duluan mana antara ayam dan telur" Tono mulai acuh dengan jawaban Noto, dengan mulut penuh nasi campur ketela Tono menyela "lhaaa pak guru puter2 ndak karuan, tahu kan aku ini bodoh ndak tahu apa2, mana bisa aku sampai pada pelajaran gituan, mbok ya kasih penjelasan yg mudah dipahami sama aku". dengan penuh meyakinkan Noto menepuk pundak Tono sambil berkata "Ton, kamu bodoh itu bukan berarti selamanya bodoh, justru orang yg merasa bodoh itulah orang yg pinter sebab menyadari kekurangannya, setiap kekurangan yg ada pada diri kita apabila kita sadari maka itulah kelebihan kita dan akan berlipat ganda apabila kita syukuri". Tono pun mengangguk-angguk tanda paham selama ini dia selalu iri dengan saudara kembarnya yg pandai sedangkan dirinya bodoh, malas dan tukang makan. Seolah tahu isi hati Tono, Noto pun berucap "kamu ngiri yah? mengapa harus iri, semua orang punya tugas masing2 di dunia juga punya rejeki masing2 yg sudah diatur olehNya, kepintaran, kekayaan, dan jabatan bukan jaminan untuk mencapai kebahagiaan. Coba lihat batu ini! ini namanya batu atau selo, selo itu bisa berarti batu juga waktu luang, seperti legenda Ki Ageng Selo yang mengangkat murid Joko Tingkir dari desa Butuh menurut kelahiran ibunya hingga Joko tingkir wafat dan dimakamkan didesa Butuh, jadi kalau di gothak gathik gathuk jadi Selo ing Butuh atau Butuh ing Selo yang artinya membutuhkan waktu luang atau meluangkan waktu butuh" Noto pun berhenti sejenak sambil minum seteguk air putih kemudian kembali melanjutkan "dari Selo ing Butuh atau Butuh ing Selo maka dilanjutkan hingga ke cucu beliau yaitu Ki Ageng Pemanahan, manah itu artinya hati, jadi kalau disambung jadi "membutuhkan waktu luang untuk mengolah hati terdalam" atau Butuh ing selo kanggo manah. Lalu ke cicit ki Ageng Selo yaitu Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati ing alogo yang artinya pemenang atas diri sendiri, kalau disambung menjadi butuh ing selo kanggo manah supaya dadi senopati ing alogo yang artinya membutuhkan waktu luang untuk mengolah hati supaya menjadi pemenang atas diri sendiri dari ego yang sombong. Nah yang terakhir disambung pada gelar Sultan2 Yogyakarta maka menjadi butuh ing selo kanggo manah supoyo dadi senopati ing alogo Ngabdurahman Sayiddin Panatagama Khalifatullah yang artinya butuh waktu luang untuk mengolah hati terdalam supaya bisa menjadi pemenang atas diri sendiri dan menjadi kekasih Allah yg Rohman berhak menjadi penata agama dan gelar khalifah Allah". Noto diam sejenak berpikir kemudian kembali minum seteguk air.
"wiiiih hebat tenan kamu Noto, bisa menghubungkan batu sampai ke sultan, kok bisa tahu gitu kamu dapat ilmu dari mana? gak rugi kamu jadi saudaraku...ck..ck..ck" celetuk Tono yg mulai berhenti makan karena kekenyangan. "kalau kamu rajin memperhatikan sekitarmu, kamu pasti bisa tanggap ing sasmita dan bisa mengerti hubungan antara satu sama lain" jawab Noto. Noto pun melihat sekeliling warung angkringan pak Pono mencari ide, tiba2 Noto berteriak "heey lihat itu ada ular belang!" Noto menunjuk pohon mangga diseberang jalan, pak Pono dan Tono pun melihat-lihat mencari tahu dimana ular itu berada, "wooo itu to, awas mas itu bahaya kalo nggigit bisa mati" ujar pak Pono sambil mengambil batu untuk melempar si ular itu. Noto pun mencegah pak Pono untuk melempar si ular sambil sedikit berpesan "pak Pono jangan gitu dong, ular itu kan gak ganggu kita, lagi pula ular itu juga butuh hidup sama seperti kita, biarkan saja selama kita nggak ganggu maka kita aman2 saja". Tono yg masih penasaran terus melihat ke arah pohon mangga sambil memegangi perutnya yg kekenyangan, "sudah Tono lupakan saja, kita lanjutkan pembicaraan kita" pinta Noto kepada Tono yg dijawab dengan menggerutu tak jelas, Noto diam sejenak lagi memperhatiak ular itu, dahinya tampak dikernyitkan lalu tiba2 setengah berteriak "naaah ular itu juga punya makna sendiri lho Ton. coba lihat warnanya yg belang kuning dan hitam, belang itu bahasa jawanya welang atau weling...nah disini yg dipakai weling saja, weling itu memang bisa berarti belang tapi juga bisa berarti peringatan, sebuah peringatan untuk kita semua bahwa kalau dekat dekat ular itu maka akan mengingatkan kita kepada Allah karena bisa nya bisa membuat kita mati, jadi kamu kalau bertemu ular welang banyak2 berdoa saja, jangan dibunuh sebab dia telah berjasa kepada kita untuk mengingatkan kita kepadaNya". mendengar penjelasan Noto, tono merasa terusik untuk berujar karena merasa ada yg kurang pas "ingat..ingat..gundulmu kuwi, kalo aku mati digigit ular gimana? kan belum kawin, lagipula apa salahnya sih kita bunuh itu ular, toh kalo dia duluan bunuh kita gimana hayo? apa itu takdir?" sambil geleng2 kepala dan tersenyum Noto teringat waktu lalu ngomongin masalah takdir dengan Tono di waktu lalu, memang bukan perkara mudah untuk menjawab masalah ini diperlukan suatu kearifan tersendiri, Noto pun berkata lirih "Ton, kamu tidak harus membunuh tapi kalau mengusirnya boleh saja dan itu harus apabila bisa menjadi ancaman bagi orang lain dan kamu, coba kalau kamu jadi ular itu, apa kamu mau dibunuh gara2 kesasar di kamar orang tanpa sengaja, lagipula ular itu juga telah berjasa terhadap petani sebab telah mengontrol hama tikus yg sekaligus sebagai mangsanya, semua di alam ini telah diciptakan Allah secara berimbang, ada mangsa dan ada yg dimangsa, biasanya yg dimangsa lebih banyak dari yg memangsa, kalau yg dimangsa lebih sedikit dari yg memangsa maka akan timbul ketidak seimbangan ekosistem yg bisa berakibat kepunahan suatu spesies, tapi untunglah Allah maha adil, si pemangsa itu tidak hanya makan dari satu jenis makanan saja, mereka bisa beradaptasi untuk memakan makanan lain diluar kebiasaannya dengan begitu kepunahan suatu spesies tidak menimbulkan efek berantai bagi kepunahan spesies lainnya". Tono mengangguk-angguk tanda mengerti, sebenarnya dia senang mendengar penjelasan dari kembarannya itu, tapi karena gengsi maka dia bergaya acuh tak acuh apabila ada jawaban yg kira2 tak masuk akal maka akan dibantah segera walaupun bantahannya lebih tak masuk akal, Tono ini memang beda dengan saudara kembarnya yg lebih kalem. sopan. bisa mengontrol emosi dan lebih pintar, watak Tono lebih emosional, bandel, pemalas dan doyan makan, apabila dibandingkan antara Tono dan Noto seperti bumi dan langit, sebenarnya baik Noto maupun Tono adalah sama, Noto mewakili nafsu muthmainah yg berkesadaran rohani sedangkan Tono melambangkan nafsu amarah, lauwamah, dan sufiyah yang masih terikat dengan hal2 duniawi.
Tak terasa pembicaraan saudara kembar di angkringan pak Pono sudah mulai larut malam, waktu di jam weker pak Pono menunjukkan pukul satu dinihari, "jarum 76 satu pak" pinta Tono terhadap pak Pono, pak Pono pun langsung mengambil rokok di slempitan telinganya "nih mas Tono tinggal satu, kalau ambil rokok saya tapi sudah bau kuping eheheheh...kalau gak mau ya udah...saya rokok sendiri saja" Tono pun langsung tanggap, tangannya langsung menyahut rokok kegemarannya dari tangan pak Pono "biarpun lecek dan bau kuping tetep aja saya suka, sama pinjem koreknya yaa..." tak berapa lama asap pun mengepul dari mulut Tono, walaupun tidak sering merokok, tapi kegemaran tono adalah rokok kelas berat alias tanpa filter, apalagi kalau sudah di angkringan pak Pono, ibarat jarum 76 itu hukumnya wajib bagi Tono, kalau sudah begini tinggal Noto lah yg kebagian asapnya, disamping Noto tidak pernah merokok, Noto lah yg sering menasehati Tono untuk tidak merokok sebab berbahaya bagi kesehatan, tapi tiap kali dinasehati Noto, Tono selalu banyak alesan, biar nyeni lah, supaya dokter laku lah, atau yg paling tidak masuk akal bin ngawur yaitu mendingan rokok daripada makan, kalau tidak makan dua hari masih sanggup tapi tidak merokok satu hari bisa mati begitu kata Tono.
"Sambil mengibas ngibaskan tangannya untuk menghalau asap rokok dari Tono, Noto mulai bercerita lagi "kalau kamu perhatikan iket kepala pak Pono pun ada hakekat didalamnya", pak Pono kaget mendengar dirinya menjadi bahan pembicaraan Noto, lalu bertanya pada Noto "ho oh to mas, aku pake tiap hari kok ndak pernah memperhatikan...ini warisan simbahku lho mas, sudah lama sekali umurnya, kata simbok dulu sering dipakai mbah kakung jadi tuaan ini daripada saya mas". Tono yang sedang merokok pun terbatuk-batuk tak tahan menahan geli melihat ekspresi pak Pono yang begitu lugu dilihat dari umurnya yg sekitar enampuluhan tahun tapi masih saja gumunan. "gini pak Pono, iket itu kan sama dengan udheng, kalau udheng itu artinya wis mudheng atau sudah paham, orang yang memakai iket atau udheng itu sudah paham tujuan hidupnya apalagi udheng itu bermotif batik, batik itu sebenarnya doa yg dituangkan ke dlm kain, pada jaman dulu para ibu membatik kain ketika sedang mengandung anaknya sebagai perwujudan do'anya terhadap anak yg dikandung untuk kemudian dijadikan bebet atau pakaian bagi si anak kelak ketika dia lahir, apabila kain batik itu dipakai dikepala dijadikan sebagai udheng maka artinya menjadi sudah mengerti tujuan hidupnya untuk kembali kepadaNya dengan berlandaskan do'a disertai sikap tawakal dan berserah diri kepadaNya" jawab Noto mendengar pertanyaan pak Pono, kini giliran pak Pono yg antusias dengan obrolan antara Noto dan Tono yang sebelumnya terkantuk-kantuk mendengar dirinya menjadi obyek pembicaraan maka ngantuknya menjadi hilang, lalu timbul ide iseng untuk menanyai Noto, sambil menunjuk kaos yg dipakainya pak Pono bertanya lagi untuk kedua kalinya "naah kalau kaos ku ini ada artinya nggak, lumayan ini dapet gratis waktu kampanye kemaren...heheheh...sebenernya pada waktu kampanye kemarin saya berharap mendapat pesangon..eeehhh...tak tahunya cuman dapat kaos thok..tipis lagi kayak saringan tahu" Noto pun mengamati sejenak kaos partai bergambar matahari yg dipakai pak Pono lalu dijawablah pertanyaan pak Pono "pak Pono harusnya bersyukur dapat kaos itu, kaos bergambar matahari itu mempunyai makna matahari sebagai matanya hari mempunyai maksud kita harus bisa membuat hari2 kita lebih bermata atau berarti, ibarat pisau tanpa mata tak akan ada gunanya karena tumpul, lha caranya adalah segala aktivitas pak Pono dari pagi hingga petang atau sebaliknya harus bisa disimpulkan atau dikaji mana yang kira2 salah harus diperbaiki dan yg baik dan bermanfaat harus ditingkatkan, prinsipnya adalah hari esok harus lebih baik dari sekarang..." belum selesai Noto memberi penjelasan langsung di potong pak Pono "puiiinterrr tenaaannn, sampeyan ki mangane opo kok bisa puandai buanget tidak seperti si Tono tuh yang kerjaannya ngutang disini" si Tono yg sedang enak2an menikmati rokoknya tidak mau kalah "weeee...kalo ndak ada saya warung sampeyan sepii pak...coba siapa yg makan sehari sepuluh bungkus nasi kucing selain saya? ndak ada to? kalau membayar utang mah urusannya Noto, tugas saya cuman makan". "sudah..sudah..mbok jangan ribut malam malam ntar bangunin tetangga lho!...pak Pono hari ini saya yang mbayarin Tono...saya boleh lanjutin gak.."? Noto berusaha melerai saudaranya dan pak Pono, memang kalau urusan makan Tono nomer satu tapi kalau urusan membayar nomer sepuluh, lagi lagi Noto kena getah ulah saudara kembarnya sendiri, tapi walaupun begitu Noto sangat sayang terhadap Tono, tanpa lelah Noto selalu ngemong Tono yg bandel dan ngeyelan termasuk dalam urusan membayar utang2 Tono di warung2 langganan Tono.
Hubungan antara Tono dan Noto sebenarnya adalah antara diri yang masih bergantung dengan hal2 yg duniawi termasuk didalamnya diri yg ke aku apian yg disimbolkan dengan ke ngeyelan Tono dan Noto sebagai guru sejatinya Tono yg sudah sadar rohani, guru sejati adalah perwujudan dari nur muhammad yg ada di diri kita yg selalu membimbing kita secara sadar atau tidak sadar untuk selalu mendekat kepadaNya, nur muhammad adalah nur Allah yg memancarkan sifat2 dari akhlak mulia(muhammad), begitu cinta dan sayangnya Allah terhadap hamba2Nya disimbolkan oleh cinta dan sayangnya Noto terhadap Tono, walaupun Tono selalu ngeyel ketika dinasehati dan suka berkelakuan jelek seperti ngutang di warung2 langganannya dan juga Noto lah yg membayar utang2 Tono dengan ikhlas, apabila Tono sedang kesal sering kali Noto lah yg menjadi tempat untuk melampiaskan kekesalannya walaupun kesalnya bukan karena Noto, walaupun selalu menjadi obyek penderita dari kelakuan Tono, Noto tetap cinta dan sayang dengan saudara kembarnya yg bandel itu, baginya saudara kembarnya itu tak ubahnya diri sendiri yg butuh kasih sayang, kelakuan Tono hanyalah sebagai ketidak tahuan terhadap arti dan tujuan hidup sebenarnya. "woooiii mas Noto kok nglamun...ayo lanjutin" teriakan pak Pono membangunkan Noto dari lamunannya, sambil bersedekap dan menatap Tono yg sedang asyik merokok, Noto berujar "pak Pono tahu, apa hakekat tertinggi dari matahari? matahari itu berarti mata...hari abadi, hari abadi adalah hari hari Nya yang kekal, apabila kita diperkenankan oleh Allah untuk menjadi mata bagi hari2 Nya maka Allah berkenan menjadi mata untuk kita melihat, menjadi kaki untuk kita berjalan, menjadi telinga untuk kita mendengar dsb, dalam hal ini diri kita sudah kalenggahan Gusti atau sudah mencapai taraf makrifat dengan kata lain menjadi waliyullah" pak Pono cuma bisa melongo tidak bisa berkata apa apa kerena tidak menyangka pertanyaanya yg cuman utk iseng bisa dijawab Noto dengan gamblang dan bermakna dalam, dia tidak menyangka Noto yg berusia jauh lebih muda ternyata lebih pandai dan terhadap alam sekitarnya alias lebih pandai membaca alam, pak Pono teringat dulu pernah dinasehati oleh bapaknya "le, kowe ojo gumunan" ternyata nasehat bapaknya baru teringat ketika dia telah benar2 gumun terhadap Noto. Belum selesai pak Pono melongo tiba2 Tono berteriak "lho Noto kemana, kok tiba2 hilang...Nooot kamu dimana jangan tinggalin aku, yang mbayar makananku siapa?" pak Pono baru sadar kalau Noto tiba2 raib tanpa bekas dari hadapannya, lalu pak Pono berpesan kepada Tono "sudah lah le, makananmu aku gratiskan, aku sudah mendapatkan lebih daripada uang hari ini, pesan2 dari Noto itu mengingatkanku yg sudah tua renta ini untuk kembali mengingatNya, selama ini aku hanya mikir utk mencari nafkah untuk anak istri tanpa mempedulikan Allah, aku sungguh keliru dan aku ini orang tua yg bodoh disaat usia sudah senja masih belum ingat Allah" dari raut mukanya terlihat pak Pono begitu menyesal telah lupa akan nikmatNya sehingga tidak pernah sholat kecuali pada waktu lebaran, tiba tiba timbul ide gila pak Pono "eh Ton, kamu bisa ndak ngomong ama mas Noto untuk aku jodohin sama Ngatemi anakku, bahagia sekali aku punya mantu seperti Noto", sontak Tono kaget dan protes "weee lha anakmu si Ngatemi itu jatahku je pak...boleh to? aku kan kembarannya jadi beda2 tipis dong...si Noto itu seperti jailangkung kalau datang tak diundang kalau pergi tak diantar...tapi aku maklum kok jadi ndak usah berharap pada dia yaa..." sambil melihat dari ujung kaki Tono sampai ujung rambutnya pak Pono berkata setengah mengejek "wooooo..mbako sempruull ki...kamu ini seperti bajaj yg dibandingkan sama sedan jika kamu dibandingkan Noto...jauuuuuh banget...sudah berisik boros lambat lagi sama polusi dari asap rokok kamu...bandingkan sama Noto yang kalem sopan dan pinter, kamu ini beruntung punya saudara dia, dia ini kan selalu yang ngemong kamu juga membayar utang2 kamu di warung tapi mana balasanmu sama kebaikan saudara kamu?" sambil beranjak dari duduknya dan bersiap mau pulang Tono menjawab dengan kalem "lah dia kan saudaraku jadi wajar dong kalau dia sayang sama aku, coba kalau aku mati, pasti dia sedih banget, jadi lebih baik aku hidup begini tapi dia senang daripada aku mati dan dia sedih....dah ah..pulang dulu...salam untuk Ngatemi yah" pak Pono geleng geleng kepala sambil menggumam "wong eediiyaaannn"

blog comments powered by Disqus