Kebudayaan yang adiluhung adalah ruh dari Nusantara, kearifan lokal dari Sabang sampai Merauke sungguh sangat beragam macamnya dan mempunyai corak masing2, maka dari itu Nusantara/indonesia sungguh sangat beruntung karena memiliki corak budaya yang adiluhung beraneka macam dan sungguh sangat sayang apabila ditinggalkan generasi muda sekarang ini. Bagi kami budaya adalah ruh dari Nusantara, bagi kami keanekaragaman adalah rahmat yang memberi warna tersendiri bagi bangsa ini, dengan beraneka ragam maka keindahan pelangi nusantara bisa tetap indah bahkan semakin indah dari waktu ke waktu. Sungguh disayangkan apabila ada sekelompok orang yg ingin memaksakan suatu keyakinan atau pendapat supaya orang lain mengikuti pendapat itu. Bagi kami Jawa itu sebaiknya kejawa-jawaan, Sunda kesunda-sundaan, Melayu kemelayu-melayuan, Bugis kebugis-bugisan, Indonesia keindonesiaan, bukannya malah kearab-araban, kebarat-baratan, keindia-indiaan dsb. Didalam khasanah budaya Jawa mengenal sosok Semar toko asli Jawa/nusantara, Semar bertugas memomong seluruh raja2 Jawa dari dulu hingga sekarang, ini mempunyai makna bahwa bolehlah agama2 luar masuk ke Nusantara tapi kearifan dan budaya tetap terpelihara sepanjang generasi muda ikut melestarikannya, Agama boleh sama dengan orang di jazirah Arab/Eropa, kitab suci boleh sama dengan orang di jazirah Arab tapi pendapat, kearifan dan budaya boleh beda, maka dari itu hendaknya kita memprioritaskan pelestarian budaya lokal ketimbang ikut2an budaya Arab, Eropa, Jepang, India dsb. Dari budaya Jawa, Sunda, Bugis, Melayu dsb maka hendaknya kita labuhkan kedalam lautan Indonesia yg satu untuk kita persembahkan ke dunia sebagai taman sarinya dunia, yakinlah bahwa Indonesia akan menjadi taman sarinya dunia.
Globalisasi di ranah ide, gagasan, ilmu pengetahuan yang diiringi dengan teknologi berkembang amat pesat. Lebih cepat dari kemampuan manusia untuk merenungkan apa hakikat semuanya untuk kemanfaatan hidup. Orang tidak lagi disibukkan dengan pertanyaan untuk apa kita memiliki ilmu, pengetahuan dan teknologi. Namun lebih menekankan pada fungsi-fungsi kemanfaatan/pragmatisnya semata. Semua pada akhirnya mengikuti arus globalisasi secara latah dan masa bodoh dengan hakikat progress/kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahwa hakikat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk penyempurnaan proses hidup manusia menuju kesatuan dan keserasian lahir batin, jiwa dan raga.
Budaya Populer adalah budaya yang berada di pusaran arus global. Sayangnya, perkembangan budaya global justeru mematikan budaya-budaya nasional dan budaya lokal yang ada. Budaya lokal secara substansial tidak mengalami kemajuan yang berarti kecuali hanya untuk sarana komoditas ekonomi dan turisme saja. Budaya yang merupakan hasil manusia untuk mengolah daya cipta, rasa dan karsa berdasarkan atas kehendak dan keinginan masing-masing individu dalam sebuah wilayah tidak mampu lagi dianggap sebagai sebuah kearifan.
Individu yang berada di ruang-ruang budaya pun menjadi tumpul oleh arus pragmatis budaya global yang mungkin dipandang lebih menarik, mudah, cepat dan efisien. Para pengambil kebijakan tidak lagi memiliki semangat yang menyala untuk nguri-uri kebudayaan lokalnya. Apalagi bila semua pihak tidak mendukung lahirnya kreativitas-kreativitas baru berkebudayaan dan berkesenian.
Ini adalah situasi di mana kita mengalami sebuah Degradasi Budaya bahkan kehancuran sistematis budaya lokal. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat berbudaya dalam rangka kebersatuan berbagai budaya lokal untuk maju dalam frame bangsa dan negara pun hanya sebagai slogan yang kini semakin dilupakan.
Tumbuh berkembang serta kemajuan sebuah budaya ditentukan pada bagaimana kita semua merespon dan menjawab tantangan-tantangan budaya global. Respon dan jawabannya adalah agar kita kembali kreatif, inovatif dan menciptakan wilayah-wilayah perjuangan budaya yang mampu menjadi alternatif budaya global yang terbukti tidak memiliki “ruh” kemanusiaan yang utuh.
Justeru pada budaya lokal, kita menemukan kembali “ruh” kemanusiaan itu. Ruh yang akan menyinari individu agar bisa bergerak secara harmonis antara individu dengan individu yang lain, antara individu dengan alam semesta, bahkan antara individu dengan dirinya sendiri sehingga nantinya individu tersebut akan menemukan diri sejati yang merupakan wakil Tuhan di alam semesta.
Siapa yang harus memulai untuk melakukan penyadaran adanya degradasi budaya ini? Sebuah fakta sejarah terjadi pada 28 Oktober 1928 saat para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda. Intisari dan hakikat dari Sumpah Pemuda adalah kesadaran bahwa semua elemen bangsa harusnya memiliki kehendak, keinginan, cita-cita yang sama untuk mewujudkan sebuah kesatuan wahana dan ruang kreativitas dan kebebasan ekspresi yang berbeda-beda.
Jembatan untuk memasuki wahana persatuan dan kesatuan tersebut adalah tanah air, bangsa dan bahasa. Setiap babakan sejarah, pemuda selalu menjadi motor penggerak perubahan zaman. Sejarah telah menegaskan tentang kepeloporan pemuda di era kolonial hingga era perjuangan kemerdekaan bahkan di era reformasi. Perjuangan pemuda selalu dihadapkan pada tantangan hambatan dan kesulitan, bahkan darah dan airmata menjadi taruhan.
Di era masa lalu, gerakan kepemudaan lebih berorientasi pada bidang politik. Kini tantangan kaum muda masa kini justeru lebih banyak berupa rongrongan budaya global yang sangat berpengaruh pada pola pikir dan gaya hidup mereka sehingga harusnya gerakan kepemudaan kini lebih diorientasikan pada bidang budaya local (local wisdom).
Pemuda harus memiliki semangat untuk bersatu, lepas dari penindasan dan penguasaan budaya global. Kita berharap agar bangsa Indonesia bisa menghidupkan kembali budaya-budaya lokal yang ada sehingga nanti terwujud bangsa yang maju berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. Kita buka mata dan hati kita, lihatlah bangsa India, Cina, Jepang, Thailand, dan Korea telah membuktikan sendiri. Bangsa yang meninggalkan pola hidup taklid hanya ikut-ikutan, ela-elu. Kini telah tumbuh menjadi macan Asia, dihormati dan segani masyarakat dunia, bangkit meraih kejayaan dengan berlandaskan loyalitasnya terhadap nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang terdapat dalam tradisi dan budayanya. Bangsa yang tahu karakter diri sejatinya, sangat tahu tindakan apa yang harus dilakukannya. Sementara itu, bangsa kita lebih kaya akan ragam budaya dan kearifan local. Didukung sumber daya alam, kita akan mampu menjadi bangsa yang lebih jayaraya dari bangsa-bangsa tersebut.
Sumpah Pemuda merupakan momentum yang berhasil menyatukan pemuda se-Indonesia dalam satu ikatan kebangsaan, perasaan senasib, sepenanggungan yang diderita oleh pemuda khususnya, telah memberikan kesadaran kritis terhadap situasi yang dihadapinya yaitu adanya sebagai tantangan bersama telah membangkitkan kesadaran kolektif pemuda untuk melawan penindasan budaya global. Diperlukan gerakan massif untuk menghidupkan kembali budaya-budaya lokal (baca; kearifan lokal) di tanah air secara terus menerus sebagai bentuk nyata dari perjuangan kaum muda.
Perjuangan kaum muda di bidang budaya diharapkan akan membawa perubahan sosial yang mendalam bagi masyarakat, terutama di bidang pendidikan. Dari pendidikan ini muncullah pejuang-pejuang muda yang kaya akan ide dan konsep untuk melawan budaya global.
Untuk mewujudkan ide tersebut maka dengan ini kami menyerukan kapada SEMUA PEMUDA DI TANAH AIR untuk bersatu dalam gerakan SUMPAH BUDAYA 2009:
1. MENGHIDUPKAN KEMBALI BUDAYA DAERAH SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN BUDAYA NUSANTARA
2. MENJADIKAN BUDAYA DAERAH SEBAGAI DASAR PIJAKAN IDE-IDE KREATIF PEMBANGUNAN
3. MENGEMBANGKAN KEARIFAN BUDAYA DAERAH SEBAGAI NILAI-NILAI PEMBANGUNAN NASIONAL
4. MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI MORAL, MENTAL DAN AJARAN HIDUP BERMASYARAKAT YANG ADA DI BUDAYA DAERAH DALAM RANGKA MENDUKUNG PERKEMBANGAN BUDAYA NUSANTARA.
5. MENGURANGI PENGARUH NEGATIF BUDAYA GLOBAL DENGAN MENGEMBANGKAN BUDAYA NUSANTARA
MOTTO :
THINK LOCALLY ACT GLOBALLY !!
SUMPAH BUDAYA
BERBUDAYA SATU, BUDAYA NUSANTARA
BERJATI DIRI SATU, JATI DIRI BANGSA INDONESIA
KASIH SAYANG SATU, KASIH SAYANG LINTAS AGAMA
Tertanda:
1. Ki Wong Alus
2. Ki Sabdalangit
3. Ki Alang alang Kumitir
4. Ki Agung Hupodhio
5. Ki Ngabehi
6. Mas Tomy Arjunanto
6. M4stono
7...........dst
silahkan diisi sendiri kelanjutannya sebagai tanda untuk ikut bertekad mengembalikan jati diri bangsa lewat budaya dan kearifan lokal.