03
Saben mendra saking wisma,
Lelana lalading sepi,
Ngingsep sepuhing supana,
Mrih pana pranaweng kapti,
Tis tising tyas marsudi,
Mardawaning budya tulus,
Mesu reh kasudarman,
Neng tepining jalanidhi,
Sruning brata kataman wahyu dyatmika.
Terjemahan dari bait 3
setiap mengembara meninggalkan rumah (istana),
berkelana ke tempat yang sunyi (dari hawa nafsu),
menghirup tingginya ilmu,
agar jelas apa yang menjadi tujuan (hidup) sejati.
hati bertekad selalu berusaha dengan tekun,
memperdayakan akal budi
menghayati cinta kasih,
ditepinya samudra.
kuatnya bertapa diterimalah wahyu dyatmika (hidup yang sejati).
Setiap pengembaraan meninggalkan "rumah" (saben mendra saking wisma) ini mempunyai makna filosofi setiap ruh meninggalkan tubuh, ruh yg dimaksud disini adalah jiwa atau sukma yg menjadi bagian dari ruh yg ditangan Tuhan, seperti yg sering kita dengar bahwa manusia tiada mengetahui ruh melainkan sangat sedikit, sedangkan yg sangat sedikit ini ditangan ahli kebatinan dijabarkan sedemikian rupa menjadi kakang kawah adi ari2, sedulur papat limo pancer dsb menurut kearifan budaya setempat, sedangkan yg sangat banyak ditangan Tuhan itu sebenarnya adalah satu tidak berkeping keping atau terpecah pecah, apabila tangan kiri kita dicubit maka yg berteriak "aduh" adalah mulut bukan si tangan itu sendiri, mengapa? karena baik tangan dan mulut adalah satu dan terhubung oleh sistem syaraf yg berpusat di otak.
Nah kembali ke "saben mendra saking wisma", setiap ruh itu keluar dari tubuh itu bisa diartikan sukma yg keluar seperti ngraga sukma atau dengan makna yg lebih tinggi yaitu menjadikan ruh sebagai badan dari badan kasar kita (pamoring kawulo gusti) atau warongko manjing curigo (sarung yg masuk ke bilah keris), ini memang tidak bisa terjadi pada keris betulan tapi secara filosofi keris itu adalah bermakna wutuh, tangguh, sepuh. Wutuh adalah tanpa cacat, sebab kalau cacat maka akan mengurangi estetika dari keris itu sendiri, seperti kalau akhlak kita cacat maka akan berdampak pada perilaku kita yg cacat juga. Tangguh adalah jaman pembuatannya seperti tangguh Pajajaran, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, Tuban dsb, keris yg bertangguh Majapahit tentu beda dengan keris yg bertangguh Mataram, maka tangguh ini bermakna identitas diri yg tidak meniru siapapun, maka jadilah diri sendiri. Sedangkan sepuh itu adalah tua, semakin tua keris itu maka dipastikan akan semakin mahal harganya di pasaran walaupun ada juga keris yg tidak begitu tua tapi harganya selangit sebab bertahtakan berlian dan berlapis emas, nah hubungannya sepuhnya keris dengan sepuhnya diri kita adalah, carilah bagian mana dari diri kita yg paling sepuh/tua! maka bisa dipastikan ruh kita lah yg jauh lebih tua dari jasad kita, semakin kita menyelami samudera ruhani kita maka kita akan semakin "tua" ilmunya dan semakin merasa bodoh tidak bisa apa2. Maka pamoring kawulo gusti itu adalah sudah berkesadaran ruhani dan menjadikan kebutuhan ruhani diatas kebutuhan jasmani.
Setelah mendra saking wisma maka akan menemui suatu keadaan kosong sejati (lelana lalading sepi), kosong disini adalah kondisi dimana tidak ada cahaya, tidak gelap maupun terang, tidak ada warna apalagi benda2, maka yg tersisa adalah yg berkata (sejatine ora ono opo2 kejobo sing kondho, sejatine ora ono opo2 sing ono kuwi dudu) kalau yg berkata itu tidak ada maka bagaimana bisa berkata "tidak ada apa2", maka inilah yg dinamakan kesaksian total tidak hanya sebatas ikut2an bersyahadat tapi tidak pernah bersaksi sekalipun. Secara garis besar syahadat itu ada 3 macam yaitu syahadat cermin yg sangat bening (telenging rahsa) yg berbunyi "laa ilaaha illa huwa" atau tiada sesuatu apapun melainkan Dia, kemudian syahadat Nur Muhammad yg berbunyi "laa ilaaha illa anta" atau tiada sesuatu apapun melainkan Engkau dan yg terakhir adalah syahadat Allah yg berbunyi "laa ilaaha illa anna" atau tiada sesuatu apapun melainkan Aku (Allah), dan syahadat yg terakhir itu kalau diucapkan pada hamba yg sudah makrifat adalah "tiada sesuatu apapun kecuali ingkang jumeneng kalawan pribadi" jumeneng kalawan pribadi itu qiyamuhu binafsihi atau berdiri dengan sendirinya tidak tergantung pada apapun. Inilah hakekat terdalam dari syahadat "laa ilaaha illallah" yg sering kita ucapkan manakala sedang sholat, maka pahamilah dengan hati2 supaya tidak terjebak kedalam kesesatan keakuan sepihak atau sombong.
Setelah bersaksi di alam suwung sejati maka kita akan dengan mudah mempelajari ilmu apapun secara mendalam (ngingsep sepuhing supana), bagi yg sedang sekolah atau kuliah maka setiap kali mau belajar maka hendaknya mengosongkan pikiran dan hati terlebih dahulu supaya ilmu2 yg akan dipelajarinya mudah untuk masuk, apa yg menjadi sebab ketika malas belajar adalah pelajaran itu membosankan, mengapa kita bosan atau tidak suka sesuatu? karena ego yg menghalangi diri kita, bagi yg sangat suka matematika maka belajar matematika itu seperti ketemu pacar, sedangkan apabila tidak suka matematika dan belajar matematika maka ibarat ketemu selingkuhan pacar/suami/istri kita, bencinya bukan main. Mengapa kok bisa benci sedangkan disisi lain bisa cinta? karena itulah apabila kita tidak melabuhkan semua hak milik kita ke Allah Yang Maha Memiliki, ego itu bersifat mengakui apa yg kita cintai menjadi milik kita sendiri dan menjadikan pihak lain yg mengakui milik kita menjadi musuh besar kita, ini akan berbeda apabila arti cinta itu membebaskan, membebaskan orang yg kita cintai utk memilih apa yg menjadi pilihannya yg terbaik dan yg terbaik tentu ditangan Allah. Maka apabila kita melabuhkan segala pikiran kita kepada Allah atau mengosongkan pikiran kita dari kotoran2 ego pribadi maka tidak ada lagi pelajaran yg dibenci, semuanya dicintai.
Setelah mempelajari ilmu secara mendalam maka tentukanlah apa tujuan hidup kita yg sejati (mrih pana pranaweng kapti), tentu saja tujuan hidup kita sejati itu Allah, dari Allah menuju Allah sedangkan dunia itu cuman mampir sebentar untuk minum, minum dari samudera ilmunya Allah yg digelar di dunia ini supaya kita bisa kembali ke Allah dengan sebaik baiknya, ilmu Allah itu adalah syari'at yg diteruskan ke tarekat lalu hakekat dan terakhir makrifat.
Didalam jalan menuju Allah maka kuatkanlah tekad serta berusaha dengan tekun (tis tising tyas marsudi), tekun disini bermakna setia dan telaten mengikuti arah teken atau petunjukNya dan ungkapan jawa berbunyi "sapa sing tekun golek teken bakal tekan" siapa saja yg sepanjang hidupnya terus menerus mencari petunjuk Allah dan mengikutinya maka akan sampai ketujuan, petunjuk itu tidak hanya syari'at didalam Qur'an dan hadits tapi juga petunjuk2 tersirat dari segala ciptaanNya dan petunjuk2 dari dalam hati yg terdalam.
Setelah menentukan tujuan hidup kita maka selanjutnya adalah mengolah segala petunjuk2 itu dengan akal budi kita (mardawaning budya tulus) dan menghayati cinta kasih (mesu reh kasudarman). Akal budi kita berdayakan utk mewujudkan segala cita2 kita, segala cita2 kita yg bersifat keduniaan maupun akherat maka hendaknya diwujudkan dengan cara2 yg berbudi atau berakhlak mulia dan mencintai sesamanya, salah satu contoh tujuan hidup yg untuk Allah tapi tidak diolah dengan akal budi yg baik adalah para pengebom bunuh diri, mereka tahu tujuan hidup mereka untuk Allah walaupun ada juga yg demi mendapatkan surga dan mereka tidak berpikir bahwa mencintai sesama itu adalah jihad juga, alangkah indahnya apabila ajaran agama disampaikan dengan rasa cinta kasih antar sesama tanpa rasa benci sedikitpun, mereka juga tidak berpikir apa dampak dari pengeboman itu terhadap keluarga para korban, mereka hanya memikirkan diri sendiri masa bodoh dengan orang lain, sesungguhnya ini bukan ajaran Islam, Islam itu damai dan berserah diri sebab kata Islam berasal dari kata "salaam".
Bagian terakhir dari bait ini adalah kesungguhan dari tekad kita didalam mewujudkan cita2 kita karena Allah dan mengharap curahan ilmu dari tepi samudera ilmuNya Allah (Neng tepining jalanidhi) maka Allah berkenan memberikan setetes dari samudera ilmuNya Allah oleh karena kuatnya tekad dan kesungguhan kita (sruning brata kataman wahyu dyatmika). Walaupun setetes bagi Allah tapi menjadi sebanyak lautan ditangan kita, segala sesuatu yg sangat kecil tapi disyukuri maka akan menjadi sangat besar, segala sesuatu perbuatan baik kita sekecil apapun apabila kita benar2 ikhlas karena Allah maka akan menjadi perbuatan besar yg nilainya tak terhitung ibarat bilangan berapapun dibagi nol akan menjadi tak terhingga dan nol adalah simbol dari ikhlas.
Artikel yang terkait sebelumnya
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 1-2
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 3-5
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 6-8
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 9
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 10-11
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 12
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 13-14
Terjemahan Serat Wedhatama Sinom 1
Terjemahan Serat Wedhatama Sinom 2