Sebelum kita membahas tentang kulit, kulit itu kepanjangannya "aKU kang nyeliLIT" atau sebuah pemahaman yg seolah olah mendalam padahal masih dangkal, peribahasa jawanya "kawruhe jero tapak meri" artinya "ilmunya lebih dalam jejak anak bebek" dan ujung dari pemahaman yg sebatas kulit adalah aku yg menjadi slilit atau aku yg menghambat perjalanan spiritual kita
08
Lowung kalamun tinimbang,
Ngaurip tanpa prihatin,
Nanging ta ing jaman mangkya,
Pra mudha kang den karemi,
Manulad nelad nabi,
Nayakengrat gusti rasul,
Anggung ginawe umbag,
Saben seba mampir masjid,
Ngajab-ajab tibaning mukjijat drajat.
09
Anggung anggubel sarengat,
Saringane tan den wruhi,
Dalil dalaning ijemak,
Kiyase nora mikani,
Ketungkul mungkul sami,
Bengkrakan mring masjid agung,
Kalamun maca kutbah,
Lelagone Dandanggendis,
Swara arum ngumandhang cengkok palaran
10
Lamun sira paksa nulad,
Tuladhaning Kangjeng Nabi,
O, ngger kadohan panjangkah,
Wateke tan betah kaki,
Rehne ta sira Jawi,
Sathithik bae wus cukup,
Aywa guru aleman,
Nelad kas ngepleki pekih,
Lamun pangkuh pangangkah yekti karahmat.
Terjemahan bait 8-10
Mending bila dibanding orang hidup tanpa prihatin (Lowung kalamun tinimbang, Ngaurip tanpa prihatin), namun dimasa mendatang atau masa kini (Nanging ta ing jaman mangkya) yg menjadi kegemaran anak muda adalah meniru niru nabi atau rasul yg menjadi urusan Tuhan (Pra mudha kang den karemi, Manulad nelad nabi, Nayakengrat gusti rasul) dan hanya dipakai utk menyombongkan diri (Anggung ginawe umbag) maka dari itu setiap akan bekerja/pergi mampir ke masjid (Saben seba mampir masjid) dan mengharap akan keajaiban berupa kenaikan pangkat/derajat (Ngajab-ajab tibaning mukjijat drajat).
Kebanyakan dari orang2 muda ilmunya itu hanya memahami sariat (kulitnya) saja, sedangkan hakekatnya tidak dikuasai (Anggung anggubel sarengat, Saringane tan den wruhi) karena pengetahuan untuk memahami makna dan suri tauladan tidaklah mumpuni (Dalil dalaning ijemak, Kiyase nora mikani) disebabkan lupa diri secara tidak sadar (Ketungkul mungkul sami). Ketika di masjid maka bersikap berlebihan ketika membaca khotbah (Bengkrakan mring masjid agung, Kalamun maca kutbah) dan beririama dandanggula yg menghanyutkan hati (Lelagone Dandanggendis) bersuara merdu bergema gaya lantang dan bertubi tubi (Swara arum ngumandhang cengkok palaran).
Tapi jika memaksa untuk meniru persis perilaku kanjeng Nabi (Lamun sira paksa nulad, Tuladhaning Kangjeng Nabi) maka itu sungguh naif dan tidak akan betah (O, ngger kadohan panjangkah, Wateke tan betah kaki) karena kita orang jawa maka seperlunya saja sudah cukup dan tidak usah untuk mencari sanjungan (Rehne ta sira Jawi, Sathithik bae wus cukup, Aywa guru aleman). Tapi apabila mampu mencontoh dan mengikuti fiqih maka memang ada pahala tersendiri dan mendapat rahmat (Nelad kas ngepleki pekih, Lamun pangkuh pangangkah yekti karahmat).
Bahaya fanatisme
Kali ini kita akan membahas tentang fanatisme ditinjau dari aspek psikologis yg mengindikasikan bahwa asal dari konflik adalah fanatisme. Fanatisme atau golongan yg fanatik terhadap ideologi maka mempunyai perbendaharaan kalimat yang umum yaitu “jika aku benar maka kamu salah”, “jika aku benar maka kamu harus ikut aku”, “bener aku luput kowe” dll, maka fanatisme ini hanya masih pada tataran nandhing sarira. Kami (penulis) punya beberapa klasifikasi tentang fanatisme :
fanatisme kulit/permukaan
fanatisme model ini masih pada tataran yg agak mendingan, mudah untuk sembuh tapi jangan sekali2 disepelekan, awal dari fanatisme ini adalah ikut2an karena merasa memiliki jiwa muda yg penuh semangat dan agresif. Fanatisme model seperti ini biasa menjangkiti anak muda yg ikut2an terhadap pendapat kyai A atau ustadz B, tapi untungnya fanatisme tahapan ini masih takut untuk berjuang 'membela” ideologinya karena masih tataran sekedar ikut2an supaya kelihatan gagah dan juga karena masih belum menemukan jati dirinya. Jadi “beruntunglah” apabila kita membaca suatu buku karangan si A lalu cepat2 memvonis yg dibicarakan di buku itu dengan vonis sama2 memojokkan tanpa telaah lebih lanjut, maka kita sudah masuk fanatisme model ini.
Fanatisme daging
fanatisme model ini biasanya menjangkiti orang2 yg “lapar' baik perutnya maupun lapar akan kekuasaan dan minyak bumi. Bagi yg lapar perutnya maka dia berharap dengan mengikuti aliran A maka hidupnya akan lebih baik, fanatisme model ini lebih dari sekedar ikut2an karena sudah menyangkut masalah perut/perubahan nasib dan juga biasanya punya nyali besar dan berwatak nekad. Para pengebom bunuh diri itu masuk pada fanatisme model ini karena mereka berharap setelah mengebom maka akan berharap imbalan setimpal yaitu surga, surga inilah yg diharapkan menjadikan nasibnya lebih baik ketimbang hidup di dunia yg serba susah menurut dia.
Bagi yg lapar akan minyak bumi atau kekuasaan maka fanatisme model daging ini berubah bentuk menjadi fanatisme kepentingan, didalam fanatisme kepentingan ini yg sejalan atau punya kepentingan sama maka akan menjadi kawan, yang menentang kepentingannya maka menjadi lawan tidak peduli akapah dia itu muslim, kristen, hindu, budha, atheis, kafir dsb asal sejalan maka dianggap “beragama” sama dan yg tidak sejalan dianggap “tidak seagama” walaupun beragama sama, ini biasa dilakukan oleh sebuah negara adikuasa yg memiliki sekutu yg “seagama” yaitu agama “kepentingan”.
Baik yg dilakuakan perseorangan/kelompok maupun pada level negara keduanya sama2 masuk pada fanatisme model ini, yg membedakan adalah skala dan sumber dayanya. Yang perseorangan/kelompok jelas terbatas sumber dayanya berupa dana maupun tenaga, sedangkan yg dilakukan pada level negara punya sumber daya yg mumpuni dan tak terbatas maka mereka pun bisa merancang skenario besar utk menjatuhkan suatu rezim. Baik yg skala kecil maupun besar keduanya punya motif yg sama yaitu perubahan nasib dan inilah yang disebut teroris.
Fanatisme tulang
Apabila fanatisme daging itu sebagai eksekutor maka fanatisme model ini adalah sebagi inspirator. Sebagai contoh, kelompok teroris A terisnpirasi oleh ceramah atau ide2 dari ustadz B maka ustadz B bisa dikategorikan sebagai fanatisme model ini dengan catatan ustadz B sengaja menyebarkan fahamnya supaya orang2 yg ikut dengan fahamnya bertindak sesuai keinginannya, misalnya perekrutan para “calon pengantin bom”, para calon pengantin di doktrin atau di ceramahi dengan seindah mungkin di iming imingi ini itu yg intinya kalau ingin mendapatkan nasib lebih baik diakherat maka harus ikut cara dia, maka bisa dikatakan para calon pengantin tsb telah terinspirasi oleh ceramah2 dan doktrin2 ustadz B supaya menjadi “pengantin bom”.
Pada skala besar, inspirator ini bisa menjadikan suatu negara berfaham tertentu misalnya komunis atau liberalis/kapitalis. Contohnya si A mengarang atau merumuskan suatu ide atau gagasan tentang sebuah revolusi di negaranya bahkan dunia maka si A dengan segala cara dibelakang layar sebisa mungkin berupaya membuat suatu negara tsb ikut dengan ide2nya., tentu saja para inspirator itu tidak punya kekuatan utk memaksakan suatu ide kepada eksekutor maka dibujuklah eksekutor dalam hal ini kepala pemerintahan atau parlemen utk ikut kedalam faham si A, apabila sudah berhasil maka dibuatlah undang2 oleh parlemen dan dilaksanakan oleh si kepala pemerintahan/presiden/raja. Para inspirator ini juga beragama layaknya umat beragama lain, yg membedakan adalah persepsi tentang Tuhannya, Tuhan para inspirator ini dipersepsikan olehnya sebagai Tuhan yg selalu mendukung segala ide dan perjuangannya, dalam arti lain Tuhan para inspirator ini “didikte” untuk ikut mendukung perjuangannya dan ide2nya, makia bisa dikatakan para inspirator ini menyembah Tuhan persepsinya sendiri bukan Tuhan yg sebenarnya “tan kena kinaya ngapa” (tidak ada suatu dayapun atas diriNya).
Ruh fanatisme
ini adalah sang kreator dari segala bentuk fanatisme, dialah yg merancang suatu rencana besar dan terintegrasi kedalam kulit, eksekutor maupun inspirator. Sesuai namanya ruh fanatisme maka bersifat metafisis atau abstrak tidak bisa dipegang tapi hasil “karya agungnya” terlihat sangat nyata yaitu kerusakan2 dimuka bumi akibat perang maupun eksplorasi sumber daya bumi secara besar2an. Tuhan dari sang kreator tak lain adalah dirinya sendiri, dia bersyahadat “tiada Tuhan selain aku” sedangkan syahadat Allah “tiada Tuhan selain Aku” bandingkan keduanya dimanakah letak perbedaannya? Bedanya terletak di a pada “aku” dan A pada “Aku”, apa bedanya a kecil dan A besar? A kecil itu mengindikasikan suatu pengakuan sepihak, apabila aku (Tono) tuhan maka tuhan adalah aku (Tono), tapi bila Aku adalah Tuhan maka Tono dan alam beserta isinya sudah tidak ada lagi karena Aku sudah meliputi semua segala ciptaanKu.
Analogi yg agak2 mirip yaitu : apabila sebuah sel ditubuh Tono itu sudah sadar akan keberadaan Tono mak si sel itu akan mengakui bahwa dia adalah bagian Tono bersama dengan semua sel2 lain serta ruh akan bersaksi “aku Tono” ketika bersaksi dengan kesaksian tsb maka tidak ada lagi “aku tangan”, “aku kaki”, “aku mulut” semua sudah melebur jadi satu yaitu Tono sejati, tapi apabila ditunjuk maka akan mengacu ke bagian dari Tono, ketika ditunjuk mengarah ke hidung maka itu hidung Tono, ketika mengarah ke tangan maka itu tangan Tono dll. Maka itulah analogi dari Tuhan sejati yg tidak bisa ditunjuk, apabila ditunjuk akan mengacu ke makhluk, kan aneh juga apabila satu sel sangat kecil mengaku aku Tono sejati padahal dia itu sangatlah kecil dibanding tubuh Tono yg besar, ini hanya sebuah analogi utk membedakan antara aku dan Aku.
Nah kembali ke sang kreator, sang kreator ini didalam agama islam disebut Dajjal, ada versi yg mengatakan dajjal itu Musa Samiri di jaman nabi Musa as, ada juga yg mengatakan Umu Sebyan di jaman nabi Sulaiman as, dan mungkin ada juga versi2 lainnya, tapi yg paling penting Dajjal itu adalah sebuah sistem yg bersekutu dengan Iblis (ego kesombongan) dan menciptakan berbagai kerusakan didunia, maka bisa diambil kesimpulan bahwa sumber dari segala fanatisme adalah kesombongan.
Akhlak rasulullah itu tidak hanya rasulullah SAW tapi juga rasulullah AS, walaupun rasulullah SAW itu sudah mencakup semua Nabi/Rasul, tapi inti dari akhlak rasul adalah akhlak mulia, akhlak mulia inilah sunnah rasul yg sejati diatas segala sunnah2 lainnya. Lalu bagaimana caranya supaya bisa berakhlak mulia seperti nabi? Didalam kearifan jawa kita disuruh mencari “galihing kangkung” galihing kangkung itu daging dari batang kangkung, mana ada kangkung yg berkambium/daging karena batang kangkung itu dalamnya berongga dan tidak berkambium, rongga ini menyiratkan sebuah keikhlasan, ikhlas itu nol tapi hasilnya dibagi nol alias tak terhingga. Dengan ikhlas maka segala perbuatan kita niatkan karena Allah dan kita tulus melakukannya tanpa beban apakah itu berpahala atau tidak, asalkan niat, cara, dan tujuannya sudah baik.
Keimanan itu ibarat batang kangkung, dari luar tampak hijau dan indah tapi begitu masuk kedalam maka hanya kosong yg ada. Keimanan sesorang apabila semakin masuk kedalam maka dia akan merasa sangat bodoh, kosong dan tidak tahu apa2 bukannya malah semakin merasa paling berilmu dibanding lainnya. Apabila kita mengaji dan terus mengaji ayat2 Allah baik yg tersurat maupun yg kauniyah dan kita merasa semakin paling pandai maka percayalah bahwa ilmu dan keimanan kita masih sebatas kulit belum masuk ke daging, apabila kita masuk ke daging maka sesungguhnya daging itu tidak ada, yg ada hanyalah rongga kosong dari batang kangkung, tapi apabila kita sudah merasa kosong maka sesungguhnya kita sudah masuk kedalam esensi dari ilmu dan iman, maka hasilnya dibagi nol yaitu tak terhingga.
Dengan meneladani akhlak rasul secara kaffah atau menyeluruh maka itu adalah jalan yg terbaik untuk menghindari diri dari sang kreator pemahaman kulit, sang kreator telah melakukan berbagai cara supaya kulit itu terlihat mulus dan cantik dengan tujuan menjerumuskan pemahaman umat manusia agar berhenti sampai pada tataran pemahaman kulit.