Setelah saya googling lama mencari terjemahan Serat Wedhatama maka saya akhirnya menemukan terjemahannya versi Indonesia dan terjemahan itu datangnya tidak jauh2 dari blog yg selalu saya kunjungi, matur sembah nuwun kepada Kimas Sabdalangit yang telah memberikan restu dan ijin supaya terjemahan versi beliau saya boyong kemari sebagai referensi, untuk selanjutnya saya akan memakai referensi versi beliau dan revisi2 dari postingan sebelumnya akan saya lampirkan di akhir dari serial Wedhatama ini, tapi pada intinya tidak berbeda jauh dari terjemahan versi saya yg cubluk ini
10
Marma ing sabisa-bisa,
babasane muriha tyas basuki,
puruitaa kang patut,
lan traping angganira,
Ana uga angger ugering kaprabun,
abon aboning panembah,
kang kambah ing siang ratri.
11
Iku kaki takokena,
marang para sarjana kang martapi,
mring tapaking tepa tulus,
kawawa nahen hawa,
wruhanira mungguh sanyataning ngelmu,
tan mesthi neng janma wreda,
tuwin muda sudra kaki.
Terjemahan bait 10
Karena itu sebisa-bisanya,
Upayakan selalu berhati baik
Bergurulah secara tepat
Yang sesuai dengan dirimu
Ada juga peraturan dan pedoman bernegara,
Menjadi syarat bagi yang berbakti,
yang berlaku siang malam.
Marma didalam terjemahan kamus berarti kasih sayang, tetapi didalam hal ini bisa berarti "karena itu" atau kalau terjemahan versi bebas "kasih sayang sebisa bisanya". berbuat baik itu sebisa bisanya sepanjang hidup kita baik siang maupun malam, dikala berdiri, duduk atau tiduran, dikala berjalan atau berhenti, karena dengan perbuatan kita yg baik dan disertai dengan hati yg tulus ikhlas maka kita telah menabur benih kebaikan yg akan kita tuai di kemudian hari kelak, siapa yg menanam apel maka akan berbuah apel, yakinlah itu (Marma ing sabisa-bisa, babasane muriha tyas basuki). Di dalam berbuat baik maka kita perlu berguru kepada orang yg tepat, yang sesuai dengan diri kita (puruitaa kang patut, lan traping angganira) supaya kita tidak salah arah, bayangkan kalau kita ingin belajar fisika tapi malah berguru kepada ahli hukum, tentu tidak nyambung. Didalam berguru kita juga dianjurkan sesuai dengan kata hati, biasanya hati kita akan sreg atau ngeh ketika kita menemukan orang yg sevibrasi dengan kita, mungkin ini yg dinamakan jodoh, tapi yg namanya jodoh baik guru maupun suami/istri tentu tidak bisa dipaksakan, bisa juga jodoh itu karena kulina atau kebiasaan (witing tresna jalaran seka kulina).
Didalam berguru kebaikan ada juga tentang bernegarawan (Ana uga angger ugering kaprabun), bernegara itu tidak hanya milik kepala pemerintahan beserta jajarannya (pangreh/pamong praja) tapi juga milik rakyat, seperti membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara bagi yg berkewajiban dan mampu. aturan2 didalam bernegara serta mengetahui seluk beluk ketatanegaraan menjadi syarat untuk kita berbakti menjadi warganegara yg baik serta teladan (abon aboning panembah). Memang banyak yg mengetahui teori2 tentang tata negara di negeri kita tercinta ini, tapi berapa persen yg mereka praktekkan? kalau dilihat kenyataan sekarang ini yg masih banyak korupsi, kolusi dan nepotisme maka bisa jadi teori2 tentang tata negara serta bernegarawan hanya dipraktekkan yg enak2 saja seperti peraturan tentang fasilitas yg diberikan negara kepada pejabat itu harus diutamakan dan tidak boleh ditunda tunda dengan alasan ada undang undangnya, tetapi ketika undang undang mengatakan untuk menyerahkan segala jenis gratifikasi, tidak menerima suap, menyerahkan laporan kekayaan maka ditunda tunda walaupun ada undang undangnya, alasannya macem2 tapi pada intinya sibuk, tidak sempat, serta memberi hadiah itukan boleh boleh saja. itu baru sebatas ada undang undangnya, bagaimana kalau tidak ada undang undangnya atau undang undangnya tidak jelas? bisa kita lihat di anggota DPR yg sering membolos kayak anak sekolah, apa persamaan anggota DPR dengan anak sekolah? sama2 suka membolos, kalau jam kantor/jam belajar usai maka senang bukan main, lalu apa bedanya anak sekolah dengan anggota DPR? anggota DPR dibayar sedangkan anak sekolah membayar walaupun sekolah gratis (katanya) tetap aja membayar, anak sekolah (dengan asumsi SD, SMP, SMA) lebih pintar dibanding anggota DPR yg seperti taman kanak kanak (kata Gusdur), anak sekolah dilarang main catur, main facebook, atau tidur dikelas sedangkan anggota DPR bebas berbuat apa saja diruang sidang seperti mengupil, baca koran, main facebook, ngobrol, atau tidur, maka dari itu orang orang banyak yg kesengsem menjadi anggota DPR mengingat fasilitas serta enaknya kerjaan mereka dan dibayar mahal. Tapi seenak apapun pekerjaan anggota DPR tetap saja peraturan2 negara itu berlaku siang malam (kang kambah ing siang ratri), walaupun tidak ada KPK yg mengawasi tetap saja ada Sang Hyang Manon atau Yang Maha Mengetahui/Mengawasi, segala perbuatan mereka tidak luput secuilpun dari pengawasanNya, maka dari itu mereka akan menuai benih yg mereka tanam cepat maupun lambat.
Terjemahan bait 11
Itulah nak, tanyakan
Kepada para sarjana yang menimba ilmu
Kepada jejak hidup para suri tauladan yang benar,
dapat menahan hawa nafsu
Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu,
Yang tidak harus dikuasai orang tua,
Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak
Berguru itu harus kepada yang ahli atau setidaknya kepada yang berusaha menjadi ahli (Iku kaki takokena, marang para sarjana kang martapi) mengapa? kalau kepada yg ahli tentu tidak usah dipertanyakan lagi, tapi kepada yg berusaha menjadi ahli karena yg berusaha itu pada dasarnya mencerminkan sifat tawaduk mereka, bisa jadi mengaku ahli tapi kenyataannya tidak ahli, sebaliknya mengaku tidak ahli tapi kenyataannya sangat ahli. Juga berguru kepada suri teladan yang sudah berpindah alam atau dengan kata lain sudah meninggal seperti para nabi atau para wali Allah (mring tapaking tepa tulus), sesungguhnya jejak para nabi atau wali itu sungguh luar biasa apabila mengetahui hakekat perbuatan mereka, kebanyakan orang sering salah paham tentang ajaran nabi lalu mengaku aku paling benar, ini mencerminkan pengetahuan mereka masih kurang dalam (kawruhe jero tapak meri), tapi bagi yg mengetahui hakekat dari perbuatan nabi dalam hal ini contohnya Nabi SAW maka akan kita temukan suatu akhlak mulia yg luar biasa contohnya, aqiqah itu pada tradisi arab jahiliyah menyembelih kambing/onta lalu darahnya diusapkan ke kepala si bayi dan diniatkan untuk berhala mereka, tapi oleh Nabi SAW diubah menjadi diniatkan kepada Allah serta darahnya tidak diusapkan kekepala si bayi dan dagingnya dibagikan kepada orang lain yg membutuhkan terutama fakir miskin, pesan dari akhlak nabi yg seperti ini adalah bahwa tradisi/budaya itu hendaknya tidak dihilangkan atau dicabut dari masyarakat tapi perlu islamisasi dalam arti mengembalikan makna2 dari simbol2 nya sesuai dengan makna yg sesungguhnya yaitu kebaikan dan niat karena Allah.
Didalam belajar tidak hanya melulu belajar tentang aturan aturan atau ilmu2 tentang keduniaan tapi perlu juga belajar tentang pengendalian hawa nafsu (kawawa nahen hawa), dengan mengendalikan hawa nafsu maka segala ilmu akan mudah dipelajari, seiring dengan perjalanan kita menimba ilmu maka kita akan mendapat ilmu baru yg tidak didapat orang tua maupun orang lain (tan mesthi neng janma wreda) yaitu pemgalaman, pengalaman adalah guru yg berharga (wruhanira mungguh sanyataning ngelmu) dan dengan pengalaman itu kita tularkan ilmu kita kepada orang lain supaya bisa saling asah, asih, asuh. Dan didalam berasah, asih, asuh kita tidak usah membeda bedakan apa itu tua, muda, kaya dan miskin (tuwin muda sudra kaki), pada hakekatnya mereka semua itu sama, sama2 makhluk Allah dan masing2 dari mereka punya jalan hidup serta ilmu masing2.
Artikel terkait sebelumnya
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 9
Sunday, October 11, 2009
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 10-11
blog comments powered by Disqus