Tuesday, October 13, 2009

Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 12

Bait 12, 13 dan 14 adalah bait bait favorit saya, di bait bait ini kita akan menemukan suatu kearifan yg luar biasa untuk mencapai keadaan sempurna, tapi memang untuk mencapai hal itu tidaklah mudah, perlu lelaku secara telaten dan pantang menyerah. karena terlalu panjang maka bait baitnya saya bagi dalam dua artikel.

12
Sapantuk wahyuning Allah,
gya dumilah mangulah ngelmu bangkit,
bangkit mikat reh mangukut,
kukutaning Jiwangga,
Yen mangkono kena sinebut wong sepuh,
liring sepuh sepi hawa,
awas roroning ngatunggil.

Terjemahan bait 12
Siapapun yang mendapat petunjuk Tuhan,
Dengan cermat mencerna ilmu bangkit,
bangkit untuk mampu mencapai kesempurnaan,
Kesempurnaan jiwa raga,
Bila demikian pantas disebut “orang tua”.
Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu
Paham akan dwi tunggal (menyatunya kawula dan Gusti)

Bagi yang percaya dan yakin, petunjuk Tuhan itu terus menerus menerpa kita secara kita sadari maupun tidak, ibarat cahaya matahari yg terus terang dan terang terus tanpa padam sesaat pun, hanya manusia2 yg tertutupi hawa nafsunya sendiri yg tidak mendengar panggilanNya, bagi yg menguasai hawa nafsunya dengan menggunakan nafsu muthmainah sebagai pemimpin maka dia akan dengan mudah mendapat petunjukNya (Sapantuk wahyuning Allah). petunjuk Tuhan itu walaupun sekecil apapun akan diolah untuk mencapai kesempurnaan dalam arti lain petunjuk yg pada awalnya kelihatan sepele tapi karena disyukuri maka akan menjadi besar (gya dumilah mangulah ngelmu bangkit, bangkit mikat reh mangukut), suatu contoh yg populer adalah ketika Imam Ghazali melihat lalat yg bertengger di penanya dan beliau berhenti menulis sejenak membiarkan lalat itu minum tinta yg ada di penanya, dan beliau mendapatkan pencerahan dari seekor lalat, maka inilah pentingnya kita untuk tawaduk atau merendah terhadap segala ciptaanNya. Bagi yg bisa mengolah segala petunjukNya untuk dijadikan sarana semakin mendekatkan diri kepadaNya maka dia berhak mendapat predikat orang tua (Yen mangkono kena sinebut wong sepuh), orang tua disini maksudnya adalah orang yg telah tua ilmunya, sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya sendiri (liring sepuh sepi hawa) dan paham akan konsep sejatinya manusia yaitu Gusti.

banyak orang yg salah paham akan konsep manunggaling kawula gusti, manunggaling kawula gusti secara sosial atau lex humana bisa diartikan bersatunya pemimpin dan rakyat yg dipimpinnya, kalau yg ini sudah banyak yg paham. Akan tetapi manunggaling kawula lan gusti secara hubungan dengan ketuhanan atau lex divina bisa diartikan menemukan Tuhan didalam dirinya sendiri, Tuhan itu dimana sih? apa di atas Arasy Nya dan Dia sedang duduk bersila? tentu saja Tuhan tidak begitu, Tuhan itu "tan kena kinaya ngapa" atau tiada daya apapun atas Dia, ada suatu ungkapan yg menyebutkan bahwa Tuhan itu lebih dekat dari urat leher kita, bukankah urat leher itu bagian dari diri kita, tapi kok Tuhan lebih dekat dari bagian tubuh kita sendiri? untuk menjawab hal itu,saya punya analogi yg barangkali bisa membantu di paragraf dibawah ini.

Katakanlah manusia itu adalah gambar, gambar itu lengkap dengan gambar jeroan manusia, ada gambar otak, usus, jantung, paru2 tulang dsb, katakanlah pusat dari gambar manusia itu gambar jantung, apabila kita menyentuhkan jari kita kepada gambar jantung maka mana yg lebih dekat antara jari kita-gambar jantung atau gambar leher-gambar jantung? tentu saja jari kitalah yg terdekat, begitulah penjelasan dari ungkapan 'Tuhan itu lebih dekat dari urat leher kita" dan untuk menjelaskan itu semua maka perlu pemahaman ke dimensi yg lebih tinggi yaitu dimensi ke empat, tapi bukan berarti Tuhan itu berdimensi empat, sekali lagi Tuhan itu tan kena kinaya ngapa, tiada suatu akal, ilmu dan imajinasi yg dapat melihat wujudNya yg sejati, tapi walaupun begitu kita bisa merasakan kehadiranNya didalam sanubari kita yg terdalam.

Kalau berbicara tentang manunggaling kawula lan Gusti atau paham wahdatul wujud maka harus ada pemahaman yg benar (awas roroning ngatunggil), apabila kita dipanggil oleh pak guru maka jawab kita adalah "saya pak guru", tapi apabila yg memanggil adalah Gusti (Tuhan) maka jawabnya adalah "kawula Gusti". Manunggaling kawula Gusti bukan berarti Gusti adalah kawula dan kawula adalah Gusti, pemahaman seperti itu adalah pemahaman Pantheisme yg berbeda dgn kawula Gusti yg sebenarnya, ibarat joki dan kudanya sudah manunggal/menyatu maka dengan mudah akan memenangkan pertandingan pacuan kuda, tapi bukan berarti kuda itu joki atau joki itu kuda, joki tetaplah joki dan kuda ya kuda. Lalu bagaimana pemahaman yg sebenarnya? apabila Tuhan berkenan menjadi mata untuk melihat, menjadi telinga untuk mendengar, menjadi kaki untuk berjalan, menjadi semua bagian indera kita serta batin kita maka itulah kawula Gusti.

Didalam khasanah Islam manunggaling kawula Gusti adalah pencapaian rukun ikhsan, untuk memahami rukun ikhsan maka pahami dulu syahadat dan hakekat dari Muhammad. Syahadat secara terucap adalah bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad ( sifat terpuji/akhlak mulia) adalah utusan Allah. Mengapa saya sebutkan Muhammad itu terpuji, bukannya beliau itu Nabi? mari kita pahami Muhammad itu sebagai Nur Muhammad (Nur Allah yg memancarkan sifat2 akhlak mulia) bukan hanya sebagai Nabi, banyak sekali yg bernama Muhammad akhir2 ini maka Muhammad tidak hanya milik Nabi Muhammad bin Abdullah, Muhammad (terpuji) itu milik Allah yg dipancarkan ke seluruh makhluk, sedangkan pengertian Muhammad yg sempit adalah Muhammad bin Abdullah. Lalu apa bedanya Muhammad rasulullah dan Muhammad bin Abdullah? kalau Muhammad bin Abdullah mengacu kepada individu orang arab yg menerima wahyu dan kebetulan namanya Muhammad, sedangkan Muhammad rasulullah adalah nur Muhammad yg dipancarkan ke semua nabi dan rasul tapi memang Muhammad bin Abdullah salah satu yg memiliki sifat terpuji paling menonjol dibanding nabi lainnya, jadi kesimpulannya semua nabi dan rasul adalah Muhammad rasullullah dalam arti memiliki sifat2 dan akhlak mulia karena pada dasarnya semua nabi itu alaihissalam. Maka dari itu kita tidak hanya terkagum kagum kepada Nabi Muhammad bin Abdullah saja tapi juga ke semua nabi dan rasul supaya kita bisa melihat secara universal dan satu kesatuan, pada hakekatnya agama Islam yg dibawa nabi SAW itu bukan agama baru, tapi seperti melengkapi kepingan puzzle yg terakhir maka dari itu lengkaplah agama/dien Allah sebagai pelita bagi yg percaya dan yakin untuk bisa manunggaling kawula Gusti, apabila seseorang sudah berhasil mencapai manunggaling kawula dan Gusti maka Nur Muhammad akan terpancar dari jiwa dan raganya.

Artikel sebelumnya yg terkait
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 1-2
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 3-5
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 6-8
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 9
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 10-11

blog comments powered by Disqus