Kembali kita melanjutkan bait bait yg terpenggal di artikel sebelumnya, di bait ini adalah kelanjutan dari bait 12, tapi di bait2 ini kita akan berbicara lebih teknis tapi juga bermaknawi, semoga bisa mendatangkan manfaat bagi kita semua.
13
Tan samar pamoring Sukma,
sinukma ya winahya ing ngasepi,
sinimpen telenging kalbu,
Pambukaning wahana,
tarlen saking liyep layaping ngaluyup,
pindha pesating supena,
sumusuping rasa jati.
14
Sajatine kang mangkono,
wus kakenan nugrahaning Hyang Widi,
bali alaming ngasuwung,
tan karem karamean,
ingkang sipat wisesa winisesa wus,
mulih mula mulanira,
mulane wong anom sami.
Terjemahan bait 13
Tidak lah samar sukma menyatu
meresap terpatri dalam keheningan semadi,
Diendapkan dalam lubuk hati
menjadi pembuka tabir,
berawal dari keadaan antara sadar dan tiada
Seperti terlepasnya mimpi
Merasuknya rasa yang sejati.
Sebenarnya saya agak bingung juga apa itu pengertian sukma dan apa bedanya dengan jiwa, apabila ruh itu ditangan Tuhan (sejatinya manusia tiada mengetahui ruh melainkan sangat sedikit) maka jiwa adalah pertemuan antara jasad dan ruh, didalam terminal tasawuf islam jiwa itu adalah nafs. Lalu apakah sukma itu? menurut pengertian sementara saya sukma itu adalah badan halus dari kita sedangkan jiwa lebih mengacu ke kesadaran kita.
Apabila kita lanjutkan dari bait sebelumnya maka manunggaling kawula dan gusti atau bersatunya sukma dan Gusti maka itu bukanlah hal yg semu (Tan samar pamoring Sukma) apabila kita paham tentang konsep manunggaling kawula dan Gusti, konsep ini saya ulas di artikel sebelum ini. Maka "sukma" Tuhan akan meresap dan terpatri didalam keheningan kita bersemedi (sinukma ya winahya ing ngasepi), lalu "sukma" Tuhan itu apa? ini hanya istilah saja dari sifat2 ketuhanan yg diturunkan ke diri kita untuk kita endapkan didalam sanubari terdalam (sinimpen telenging kalbu). Apabila sifat2 ketuhanan kita resapi dan kita endapkan maka itu akan menjadi pembuka tabir (pambukaning wahana) atau menjadi kacamata baca yg Qur'ani untuk membaca alam disekitar kita. Kacamata baca yg Qur'ani tentu beda dengan kacamata baca menggunakan nafsu syahwat, apabila menggunakan nafsu syahwat maka sekeliling kita akan kita baca sebagai sesuatu yg menggairahkan utk kita miliki sendiri, kita aku sepihak maka yg terjadi adalah perampokan, pencurian, korupsi, pemerkosaan dsb. tapi apabila kita menggunakan kacamata baca yg Qur'ani maka sekeliling kita akan terlihat sangat indah, segala sesuatunya bermanfaat, berhakekat dan berhikmah, sungguh jauh dari syahwat untuk memiliki secara sepihak apalagi mengaku aku sebagai milik pribadi terhadap yg bukan hak kita, maka kita akan punya perilaku demuwe (seolah olah memiliki tapi tidak pernah merasa memiliki) dan akibatnya adalah kita akan menjadi lebih memelihara lingkungan sekitar kita.
Untuk bisa bermeditasi mencapai keheningan yang sejati maka salah satu kearifan budaya jawa mengajarkan untuk "angon angen lumantar angin" atau angan2/imajinasi itu kita angon (kendalikan) melalui angin atau nafas. Nah nafas itu sebenarnya kunci dari meditasi, dengan nafas kita akan merasa dekat dengan kematian, mengapa? ada istilah menghembuskan nafas terakhir maka yg terjadi adalah Allah menghentikan nafas kita, tanpa kita sadari Allah lah yg menarik nafas dan mengeluarkannya dari hidung/mulut kita, tapi apabila kita sadar bahwa kita sedang bernafas maka kitalah yg mengambil alih nafas itu, silahkan dibuktikan. Untuk itu maka langkah awal sebelum kita masuk ke keheningan sejati, kita atur dulu nafas kita. Kunci dari nafas yg baik adalah kita tetap menyerahkan nafas kita kepada Allah dan kita sadar akan itu, maka pusatkan perhatian kita pada pergantian antara menarik dan mengeluarkan nafas, antara itu adalah titik henti nafas kita atau keadaan setimbang, resapilah titik henti itu maka lama2 nafas kita menjadi halus, ketika nafas sudah halus maka Allah telah mengambil alih nafas secara kita sadari, lalu kita akan masuk ke keadaan sadar dan tidak (tarlen saking liyep layaping ngaluyup), keadaan ini mirip ketika kita terkantuk kantuk mau tertidur, apabila kita tidur maka tidak sadar tapi kalau layap liyeping ngaluyup maka kita akan tersadar didalam ketidak sadaran, tapi ini semua dengan catatan kita tidak takut untuk masuk lebih jauh, apabila takut maka bubar semuanya dan terbangun kembali.
Apabila kita sudah masuk ke tahapan sadar dari ketidak sadaran maka selanjutnya adalah meng angon atau mengendalikan segala penampakan yg kita lihat, semua penampakan itu adalah ilusi didiri kita dan bisa kita kendalikan sesuka kita, apabila kita ingin melihat wanita cantik tinggal kita bayangkan saja maka akan terbentuk wanita cantik, tapi tujuan kita bukan itu, keadaan ini seperti mimpi tapi bisa kita kendalikan secara sadar (pindha pesating supena), maka dari itu kita kendalikan angan2/ilusi kita supaya untuk sadar bahwa tubuh kita sedang tidak sadar dan lalu siapakah yg menyadari bahwa kita sedang tidak sadar? apabila kita mencapai ini maka kita sedang menuju rasa jati (sumusuping rasa jati).
Terjemahan bait 14
Sebenarnya keadaan itu merupakan anugrah Tuhan,
Kembali ke alam yang mengosongkan,
tidak mengumbar nafsu duniawi,
yang bersifat kuasa menguasai.
Kembali ke asal muasalmu
Oleh karena itu,
wahai anak muda sekalian…
Melanjutkan dari bait 13, keadaan bahwa kita sadar kalau kita tidak sadar adalah anugerah Tuhan dan wajib untuk kita syukuri (Sajatine kang mangkono, wus kakenan nugrahaning Hyang Widi) lalu tahap selanjutnya adalah meniadakan segala ilusi/angan2 dan berbagai macam penampakan, segala sesuatu yg ada kita tiadakan dan kita nol kan, apabila sudah berhasil kita nol kan maka kita sudah masuk ke rasa sejati atau telenging rahsa (bali alaming ngasuwung) yg tenteram dan terbebas dari nafsu duniawi yg bersifat saling kuasa menguasai, saling aku mengaku, saling milik memiliki (tan karem karamean, ingkang sipat wisesa winisesa wus). Maka dari itu kita akan tahu asal kita yaitu kosong seperti sebelum alam semesta diciptakan, yg ada adalah diri yg bersaksi atas kekosongan (sejatine ora ono opo2 sing ono kuwi dudu/sing kondho) maka kita telah berpulang segala kepemilikan dan ego pribadi kepada Yang Maha Memiliki (mulih mula mulanira). Ini sangat penting untuk dilakukan para orang muda (mulane wong anom sami) supaya bisa membebaskan ruh yang terkurung didiri kita oleh ego dan nafsu kita supaya kita menjadi satrio piningit dan berkesadaran ruhani (satrio piningit pinandhito) yang diberi petunjuk oleh Allah (sinisihan wahyu) untuk melakoni segala sesuatunya karena Allah tanpa mengharapkan imbalan apapun (tapa ngrame, sepi ing pamrih rame ing gawe). Tapi yg terpenting dari laku meditasi diatas adalah untuk bisa mewujudkan keadaan suwung kedalam dunia nyata dan tidak hanya ketika bermeditasi, ketika bermeditasi maka keadaan suwung itu hanya berlaku sesaat, maka perlu kita lakukan terus menerus supaya keadaan suwung di meditasi berlanjut ke keadaan nyata, apabila keadaan suwung di dunia nyata maka hati kita menjadi benar2 ikhlas karena Allah, inilah tujuan dari meditasi diatas.
Akhir kata saya mengucapkan syukur alhamdulillah karena telah berhasil menuntaskan pupuh Pangkur dan insya Allah akan saya lanjutkan ke pupuh berikutnya apabila diberi kekuatan dan panjang umur, semoga bisa menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semua, amin.
Artikel sebelumnya yg terkait
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 1-2
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 3-5
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 6-8
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 9
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 10-11
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 12
Thursday, October 15, 2009
Terjemahan Serat Wedhatama Pangkur 13-14
blog comments powered by Disqus