Bagi yg kesulitan menemukan definisi apa itu rasa/roso/rahsa barangkali dialog dibawah ini bisa membantu, semoga bermanfaat.
Noto : "sampai dimana dialog kita kemarin?"
Tono : wuaaaaa sampai pada nasi grombyang huahahahaha....jadi merasa lapar nih kalau teringat Grombyangnya kang Haji Warso, eh ngomong2 rasa lapar itu termasuk rasa juga yah?, juga rasa kangenku dengan diajeng Ngatemi"
Noto : "bukan itu yang dimaksud, kalau rasa yg berhubungan dengan emosi dan panca indera itu bukan rasa yg sebenarnya, yg berhubungan dengan emosi itu cenderung ke nafsu seperti rasa ingin memiliki, rasa cinta, rasa sayang, rasa iri dsb, sedangkan yg berhubungan dengan panca indera atau tubuh itu merupakan respon syaraf yg dikirim ke otak, apabila perut kamu lapar maka syaraf2 di lambung akan bereaksi terhadap asam lambung yg keluar berlebih dan dikirim ke otak lalu diterjemahkan menjadi rasa lapar yg artinya butuh diisi makanan"
Tono : "hihihi....tapi enak juga yah kalau makan gerombyang lengkap dengan sate gimbalnya....hhhhmmmm....coba kalau makan Grombyang sekarang pasti sudah habis 10 mangkuk plus 20 sate gimbalnya...hhhmmm enaaaak"
Noto : "itu namanya nuruti rasaning karep, yaitu apabila kebutuhan makan kamu yg seharusnya cuman butuh 1 mangkok menjadi 10 mangkok, ini namanya berlebihan melebihi apa yg kamu butuhkan, dari rasa lapar butuh makan menjadi rasa ingin memakan semua seperti yg ada dipikiran kamu, inilah nafsu manusia yg selalu minta dituruti padahal tidak semua yg dituruti itu merupakan kebutuhan kita"
Tono : "lha kalau ada duit apa salahnya to? lagipula kan sekali2 boleh kan memanjakan diri sendiri dengan makan sepuas puasnya...hhhhmmmm...sedaaaappp"
Noto : "kamu itu makan untuk hidup atau hidup untuk makan? ini seperti nuruting kareping rasa atau nuruti rasaning karep?, menuruti keinginan rasa kita atau menuruti hawa nafsu kita?"
Tono : "rosa roso rosa roso....emang kamu tahu yah apa itu rasa atau rahsa?, kalau kamu bisa njawab dengan pas tak traktir grombyang 20 mangkok plus 20 sate gimbalnya, kalau tidak bisa gantian kamu yg traktir.....huahahahahaha"
Noto : "aku cuman butuh 1 mangkok aja, apa yah...hhhhmmm....rasa/rahsa itu adalah rahasiaNya, sekarang aku akan kasih gambaran sedikit apa itu rasa, ibarat air di kolam maka kejernihannya itu adalah rasa, airnya adalah air kehidupan/ma'ul hayat/banyu suci perwitasari, sedangkan riak gelombangnya adalah emosi kita dan ego kesepihakan adalah kotorannya, apabila ingin supaya kolam itu bisa terlihat dasarnya maka kotoran2nya perlu dibersihkan atau diendapkan, sedangkan riak gelombangnya perlu ditenangkan. Air kolam yg jernih dan tenang juga bisa buat bercermin yg dinamakan kaca mawa rasa atau bercermin dengan menggunakan rasa sejati kita yg paling jernih, apabila Nur Muhammad dipantulkan oleh rasajati yg ada didiri kita maka itulah guru sejati, guru sejati inilah perwujudan ruhani dari nur Muhammad yg senantiasa membimbing kita untuk selalu hamemayu hayuning bawono atau selalu ingat kepadaNya"
Tono : "hihihi berarti ada pak gurunya yah didalam diri kita yg bernama guru sejati...hhhmm...lalu apa bedanya pantulan diri kita melalui cermin rasa dengan pantulan Nur Muhammad melalui cermin rasa juga?"
Noto : "pantulan diri kita melalui cermin rasa atau bercermin lewat rasajati kita itu akan memantulkan kita apa adanya, bisa jadi kalau kita suka berbohong lalu bercermin dengan rasa maka akan terlihat seperti mulutnya Buto Cakil padahal tubuh fisik kita tidak begitu, sedangkan guru sejati itu adalah petunjuk2 Tuhan yg akan membimbing kita ke jalan yg semestinya yg berwujud persis diri kita, artinya adalah petunjuk2 Nya yg mewujud itu harus segera dilaksanakan oleh diri kita sendiri dan setiap manusia mempunyai karakteristik petunjuk yg beda2 seperti beda2nya wajah antara satu sama lain, apabila kita menggapai petunjuk itu dan dijalankan dengan semestinya maka kita telah mencapai maqom kita yaitu keberadaan disisiNya"
Tono : "waduh mumet....coba jelaskan dengan bahasa yg lebih mudah...mbok kasih contoh rasa yg kecil2 dulu beserta cara mengolahnya....hihihihih"
Noto : "ya udah kita tinggalkan bahasan guru sejati, rasa yg sepele itu ya seperti baru kehilangan motor lalu bisa melihat di kejernihan mengapa Tuhan "mengambil" motor kita, yaitu ada hakekat dibalik peristiwa, nah supaya bisa peka terhadap petunjukNya di setiap kejadian dan peristiwa yg kita alami maka diperlukan olah rasa"
Tono : "lha itu dia....mengapa kok Tuhan seenaknya mengambil milikNya dari tangan kita, bukankah Tuhan itu maha kaya dan tidak butuh harta kita lalu untuk apa Tuhan yg maha kaya itu mengambil yg ada di sekitar kita"
Noto : "hhhmmm....inilah kalau tidak bisa melihat di kejernihan, di kejernihan hati kita atau rasa kita maka kita akan melihat diri kita dahulu sebelum menyalah nyalahkan pihak lain, bisa jadi kita mempergunakan motor itu untuk berbuat maksiat lalu supaya perbuatan kita tidak menyimpang terlalu jauh maka Tuhan mengambil milikNya tsb dari tangan kita agar kita ingat kepadaNya, ingat disini yg dimaksud adalah ingat akan sangkan paraning dumadi, sangkan paraning manusia atau asal usul manusia terdalam yg paling dalam adalah Tuhan, untuk apa sih manusia diadakan? secara umum untuk beribadah, secara lebih spesifik untuk menjadi wakil2Nya, Tuhan mengambil wakil2Nya itu tidak dari "kroni2Nya" seperti malaikat jibril, malaikat Muqarrobin yg dilangit sana tapi dari ujung penciptaanNya yaitu manusia, disekeliling manusia hidup itulah Tuhan menggelar ciptaanNya yg lain sebagai penunjang dari tugas kekholifahan manusia yg dinamakan alam semesta. Alam semesta itu diciptakan bukan sarana untuk diaku aku sepihak oleh manusia, tapi merupakan sesuatu yg harus disempurnakan, maksudnya adalah alam semesta itu ciptaan belum sempurna dan manusia lah yg bertugas menyempurnakannya untuk bisa bertransformasi dari alam ke alif lam mim, inilah yg disebut kiamat kubra"
Tono : "waduh tambah nglantur...lalu apa hubungannya dengan olah rasa?"
Noto : "makanya dengerin dulu....nah dalam upaya menyempurnakan alam semesta maka Allah memberi hakekat2 atau rahasia2Nya pada setiap bagian ciptaanNya tsb untuk supaya bisa diambil manfaat oleh manusia, nah supaya bisa mengambil hakekat2 atau hikmah2 dari kejadian atau ciptaanNya maka juga diperlukan olah rasa"
Tono : "lalu olah rasanya dimanaaaa.....dari tadi muter2 aja"
Noto : "nah kamu tidak sabaran malah ngedumel, kamu tahu tidak bahwa sabar itu termasuk olah rasa, dengan mendengarkan penjelasanku secara sabar tidak tergesa gesa maka kamu telah melatih rasa kamu supaya lebih peka terhadap apa yg kamu dengar. Secara umum olah rasa itu ya yg kita alami dan praktekkan sehari hari terutama disaat tertimpa musibah, dimarahi, dicaci, dimaki dan lain2 yg serba tidak enak, inti dari olah rasa yang ini adalah melatih dan menjaga kebeningan rasa dari riak gelombang"
Tono : "weeiks ngetes yah?....yo wis berarti gantian aku nih.....kamu ini memang guuuwowowobloook, tolol, munyuuuk, kethek elek, keminter....."
Noto : "terima kasih telah membantuku mengolah rasa dengan segala umpatanmu itu, nah sekarang kalau ini terjadi kepadamu apakah kamu bisa menjaga hati dan pikiranmu tetap jernih dan dingin?"
Tono : "eeiiits tunggu dulu, kamu tidak boleh misuh, ingat peran kita yaa...hihihihihi....ya kalau aku sih dikata katain gitu sudah esmosi 7 turunan, pinginnya yg ngatain begitu akan ku mutilasi biar kapok.....huahahahahaha"
Noto : "kalau kamu bisa melihat dikebeningan maka niat kamu untuk memutilasi akan sirna setelah tahu bahwa akibat perbuatanmu memutilasi bisa merugikan kamu, kamu bisa dipenjara bahkan dihukum mati"
Tono : iyaa yah aku kan cuman bercanda....sudah terusin cerita kamu tentang olah rasa"
Noto : "nah, olah rasa itu seperti yg aku bilang tadi menjaga dan melatih rasa kita agar tetap bening walaupun ditimpa musibah dan kemalangan, ini seperti ungkapan "janganlah kamu berharap masuk surga sedangkan kamu belum diuji seperti orang2 terdahulu" maksud dari ungkapan ini adalah segala olah cipta kita seperti meditasi, belajar dari guru/ustadz yang juga termasuk olah cipta dan pikir, dzikir dll yg memerlukan konsentrasi akan diuji oleh Tuhan dalam hal ini berupa ujian hidup susah maupun senang"
Tono : "contohnya?"
Noto : "ada seorang ahli agama yg khsuyuk didalam dzikirnya, pengetahuan agamanya luas serta tiap malam sholat tahajjud, ketika Tuhan mengujinya dengan memberi jabatan dan pangkat maka disitulah ilmu2 serta dzikirnya selama ini diuji, apabila dia bisa melihat dikebeningan sesungguhnya semua itu hanya titipan maka dia tidak akan berbuat korupsi serta menjadi pejabat yg jujur dan bersih, tapi sebaliknya apabila dia tidak bisa melihat di kebeningan maka dia bisa saja korupsi bila ada kesempatan. Contoh lain adalah ketika ada seorang mahasiswa aktivis yg kerap kali demonstrasi menunjukkan idealismenya, ketika dia menjadi kader partai bahkan menjadi ketua DPP maka apabila dia bisa mengolah rasa dengan benar maka dia akan tetap idealis serta tidak sungkan2 mengkritik pimpinannya apabila salah, tapi apabila olah rasanya gagal maka dia akan membela ketuanya mati2an walaupun itu salah, dan membohongi rakyat konstituennya"
Tono : "waduh, kok susah juga yah, memang sih kelihatannya sepele tapi sungguh tidak semudah yg diucapkan, hihihi...jadi teringat di republik buto ini, maling teriak maling, yg kelihatannya salah belum tentu salah, yg seperti malaikat bisa jadi setan....huahahahaah....jadi gimana pak guru supaya kita bisa olah rasa dengan benar"
Noto : "o iya aku lupa, sebenarnya olah rasa itu juga bisa dengan meditasi atau bertapa tapi dengan cara yg lebih ekstrim seperti tapa pendem, tapa ngalong, tapa ngidang dll seperti cerita mbah Kaki Semar, tapi kapan2 saja dibahas ntar kepanjangan. Inti dari olah rasa yang ini supaya berhasil adalah menghilangkan segala ego keakuan sepihak atau kesombongan seolah olah merasa paling bisa, pandai, kuat dll dan melihat diri sendiri dulu sebelum melihat yg lainnya. Krisis dari republik buto adalah disebabkan oleh kegagalan mengolah rasa para tokohnya dan kebanyakan rakyatnya termasuk kita ini, para tokohnya baik yg dipemerintahan, parlemen serta pengamat kebanyakan menganut prinsip "rumangsa isa" tapi sedikit sekali yg "isa ngrumangsa", yg di pemerintahan merasa bisa mengatur memerintah sana sini tanpa cela, yg di parlemen merasa bisa menyerap aspirasi rakyat konstituennya bahkan seringkali mengatas namakan rakyat walaupun belum tentu yg diatas namakan rela, yg pengamat berbicara seolah olah dia yg paling pandai mengetahui duduk permasalahannya padahal belum tentu, sedangkan kebanyakan rakyatnya seperti kita ini hanya mementingkan diri sendiri serta mudah menyalah nyalahkan orang lain karena kita semua sudah lupa dengan kegotong royongan kita, didalam gotong royong tidak ada pihak yg paling berjasa maupun paling bersalah, baik benar maupun salah ditanggung bersama"
Tono : "mosok dengan menghilangkan ego kesombongan kita bisa dikatakan berhasil, ah nggak semudah itu kayaknya..."
Noto : "memang kelihatannya sepele tapi sama sekali tidak sepele, ego sepihak itu ibarat kotoran di kejernihan rasa kita, ego ini bisa berwujud tidak mau kalah, tidak mau malu, membela harga diri, membela kepentingan golongannya dll"
Tono : "nah kan kamu tadi bilang disebabkan ego keakuan sepihak, nah sekarang contoh kasus olah rasa dari musibah apakah bisa kegagalannya oleh ego sepihak tsb?"
Noto : "pertanyaan bagus, misalnya motor kamu hilang seperti cerita tadi, nah dengan hilangnya motor kamu maka kamu sedih berkepanjangan seolah olah mau mati saja, nah ego sepihak yg berperan disini berupa kesimpulan yg kamu anggap paling benar bahwa Tuhan tidak sayang kamu, maka ego sepihak berwujud "aku yg paling benar" terhadap diri sendiri, padahal kesimpulan itu terlalu dini karena terbawa emosi kesedihan kamu yg berlarut larut yg menghasilkan ego sepihak tsb"
Tono : "jadi gimana dong masak gak boleh sedih ketika kehilangan motor? inikan sangat butowi...eh manusiawi....huahahahahah"
Noto : "bukannya tidak boleh, memang sedih, marah, senang dan segala emosi lainnya itu adalah sifat manusia, tapi kalau bisa hanya dipermukaan ibarat riak kecil di kolam yg hanya sebentar lalu tenang kembali, apabila sampai riak itu menjadi tsunami maka pecah sudah cermin rasa kita yg di istilah perbutoan "jegang percaka belah iblis laknat jeg jegan" yg artinya iblis berulah di rasa kita ketika cermin rasa kita pecah karena berombak tidak beraturan atau kacau, sudah terlalu banyak contohnya ketika iblis laknat jeg jegan seperti bapak memperkosa anak melihat kemontokan anaknya yg sudah mulai tumbuh dewasa, tergoda untuk korupsi disaat ada kesempatan dll"
Tono : "huahahaha....kamu ini aya2 wae, mana ada tsunami dikolam....lalu gimana olah rasa yg paling gampang serta aplikatif dikehidupan kita sehari hari, dari tadi nggak masuk2 ke inti masalahnya nih"
Noto : "pertama, hilangkan dulu segala ego keakuan kesepihakan ketika memandang kejadian2 serta peristiwa2 yg kita saksikan dan alami, tujuan aku memberi contoh dari kegagalan olah rasa tadi adalah supaya kita juga bisa ikut mengolah rasa dari kejadian itu, apa hakekatnya buat kita? apakah semua perbuatan jelek itu adalah jelek semata? apakah yg telihat baik itu selamanya baik? dengan menghilangkan segala ego kesepihakan yg keakuan maka kita bisa melihat hikmah dibalik keburukan, melihat sisi gelap dari kebaikan, dan pada akhirnya memandang semua itu baik dan berhakekat karena pada hakekatnya antara baik dan jahat itu adalah pasangan abadi di alam semesta ini, kebaikan butuh kejahatan agar kebaikan itu terlihat baik dan lebih bermakna, sedangkan kejahatan butuh kebaikan supaya yg jahat tidak selamanya menjadi jahat dan terlihat jahat, maka hakekat jahat itu adalah sebuah esensi kebaikan yg mengalah demi kebaikan itu sendiri yaitu sebagai penguji dari kebaikan, pada hakekatnya pula baik dan jahat itu dibawah naungan kemaha baikan Tuhan yg tidak terdefinisi"
Tono : "hmmm...lalu yg kedua?"
Noto : "yang kedua adalah dengan membedakan antara Noto dan aku, yg sedih motornya hilang adalah Noto, yg kangen kepada Ngatemi adalah Noto, yg suka berkeluh kesah adalah Noto sedangkan aku tidak, siapakah "aku" itu? aku itu kesadaran kita sebagai dalang bagi diri kita, seperti pelajaran kawruh bejo Suryomentaraman yaitu mulur-mungkret, yg mulur mungkret itu Tono dan Noto, sedangkan aku tidak sama sekali, mengapa kita harus bisa membedakan antara Noto sebagai wayang dengan aku sebagai dalang? karena menjadi berkesadaran dalang bagi diri kita itu adalah kebahagiaan sejati jauh diatas kesadaran wayang yg serba tergantung terhadap hal2 duniawi, untuk apa sih kita memperebutkan dunia sedangkan kita ini hidup didunia? untuk apa wayang Gareng yg pincang, jelek, matanya juling serta tangannya cekot itu ngiri dengan wayang Arjuna yg tampan, sakti mandraguna serta beristri banyak padahal keduanya hanya wayang? serta dengan menjadi dalang maka kita dengan mudah mengendalikan wayang sesuai dengan pakemnya dalam hal ini dengan mudah mengendalikan rasa kita tetap tenang dan jernih"
Tono : "sudah hanya dua thok cara mengolah rasa kita ndak ada yg lain?
Noto : "ya sementara hanya itu, ntar episode mendatang kita akan membahas tentang olah karsa serta guru sejati dan puncaknya adalah triwikrama"
Tono : "yaaaaa...amplooop, baru saja aku bisa menikamti ceramahmu untuk sebagai pengantar tidur malah berhenti..."
Noto : "sabar itu juga termasuk olah rasa lho...hihi".
Saturday, February 27, 2010
blog comments powered by Disqus